Nobuko Takaishi ingin awal tahun
ini dimulai dengan sesuatu yang berani. Pukul 10 pagi di tanggal 20
Januari, ibu satu anak berusia 42 tahun itu bergabung dengan ibunya di
kolam air es di dataran kuil Kashima-jingu, Prefektur Ibaraki. Suhu di tempat itu hanya sedikit di atas titik beku.
Takaishi adalah satu dari sedikit wanita
dalam kerumunan sekitar 200 orang pria berpakaian cawat yang menggigil
kedinginan karena mengikuti upacara mandi Daikan Misogi.
Tadinya aku ragu-ragu, namun saat aku keluar dari kolam untuk pertama kalinya, aku tahu bahwa ibuku benar. Aku merasa bahwa sesuatu dalam diriku telah berubah, dan aku masih merasakannya hingga hari ini.”
Misogi, ritual pemurnian pertapa, membentuk komponen utama dari Shinto,
agama yang tumbuh di Jepang. Walaupun kuil Kashima-jingu sendiri telah
berada dari tahun 600, acara Daikan Misogi baru mulai dilaksanakan
sekitar 27 tahun yang lalu. Walaupun begitu, upacara ini adalah upacara
tipikal musim dingin yang dilakukan di seluruh negeri.
Pria yang hampir telanjang – dengan
beberapa wanita yang mulai ada akhir-akhir ini – duduk di kolam air es,
bernyanyi atau membaca beberapa versi sutra untuk upacara tersebut,
sementara dalam versi lainnya mereka melakukannya di laut, saling
mengejar dengan ember air, atau berdiri di bawah air terjun atau di
salju. Bahkan sebagian sekolah dasar, walau sekuler, mengajarkan para
muridnya untuk duduk atau berlari di luar untuk kepentingan yang sama
seperti penguatan spiritual.
Walaupun begitu, dalam upacara di kuil
Kashima-jingu ini, mereka tidak perlu selamanya memiliki kekuatan
seperti pertapa. Sebagian besar pria yang mengikutinya mengenakan jaket
tebal dan sepatu boot saat berjalan mendekati kolam, serta menghisap
rokok sebelum dan setelah upacara. Bahkan sebagian sibuk berfoto bersama
dengan keluarga yang mengantar dan menonton upacara tersebut.
“Lihatlah tubuh ini, tidak jelek untuk pria berusia 70 tahun kan?” teriak seorang pria, menyebabkan wanita tua di dekatnya terkekeh.
Suasana pun berubah menjadi lebih serius
ketika upacara mulai berlangsung. Berbaris dalam beberapa barisan,
ke-200 peserta upacara itu mengepalkan tangan mereka bersama-sama di
depan tubuh mereka, mengubah gemetarnya tubuh mereka menjadi “furitama”
atau “penggoncangan roh”. Gerakan mereka kemudian menjadi semacam
tarian senam yang bermaksud untuk menghangatkan tubuh mereka sebelum
mereka masuk ke dalam kolam.
“Sangat banyak pikiran yang terlintas
di kepala Anda saat Anda berada di dalam air, jadi waktu tidak akan
terasa lama sama sekali,” kata Takaishi. “Yang paling aku pikirkan adalah gambaran tentang ibuku dan anak perempuanku, dan aku berdoa untuk mereka.”
Salah satu doanya, kata Takaishi, adalah
bahwa anak perempuannya yang berusia 12 tahun itu suatu hari nanti akan
bergabung bersamanya masuk ke kolam tersebut.
source : japanesestation.com
source : japanesestation.com
No comments:
Post a Comment